4 tahun lebih say kita bersama.. Tapi aku ga pernah ngrasain kita sejauh ini.. Banyak hal yg awalnya susah untuk aku critain.. Saking
banyaknya aku sampe bingung mulai dari mana harus bercerita.. Aku juga
sempet mikir, kenapa kita sampe kayak gini.. Dan ternyata aku sadari itu
ada pada emosi kejiwaan kita, karna adanya ego yang kita miliki.. (⌣́_⌣̀)
Aku
tahu, kamu bingung dengan sikapku yang seperti ini. Tapi itu jauh lebih
membuatku tenang dan senang dari pada harus menceritakan kejadian yang
aku alami. Yah, kejadian yang membuat kita seperti jauuuh.. Butuh kebesaran hati untuk menceritakan hal ini .. Butuh
banyak tisu untuk sekedar menghapus tetesan air mata atau kucuran keringat, yang menetes setiap aku menghela napas panjang.. (..•͡˘_˘ •͡..)
Kenapa
aku susah dihubungi?? Pertanyaan yang sering kamu pernyatakan.. Dan
jawaban pertamaku adalah "karna tak ada pulsa". Terdengar klasik memang.
Tapi itu adalah kenyataan. Untuk membeli pulsa saja aku tak mampu.
Orang tuaku terserang pailit tingkat tinggi. Tak ada uang untuk beli
pulsa. Untuk membeli pulsa 5ribu aja, butuh 2 minggu untuk
mendapatkannya. Belum lagi kena mutasi, jadi ga sampe 2 hari 2 malem,
pulsaku sudah dipastikan habis... Lanjut ke jawaban kedua, "karna HP-ku
kemarin sempet error. Mangkannya aku ga bisa angkat telpon". Yah,
lagi-lagi aku seperti bohong. Dan aku tegaskan, itu benar-benar
terjadi. Aku harus 24 jam non stop membawa charger ke manapun. Jaga-jaga
biar kalo ada orang telpon, ga ngedrop, karna kalo buat telpon, trus mati alamat HP ga susah dinyalain. Tombol on off HP-ku
ga berfungsi. Sayang sekali, aku ga punya charger. Jadi, aku ga bisa angkat telpon kamu, aku sendiri bingung, kenapa pas kamu telpon, aku lagi ga bawa charger... (
?_?)
Alasanku yang ketiga, "karna orang tuaku". Sampean pasti bingung, kenapa orang tuaku dijadiin alasan.. Yah, keadaan orang tuaku yang membuatku seperti ini. Aku harap sampean ga marah atau menaruh dendam terhadap orang tuaku. Yah, kejadian itu berawal karna krisis yang terjadi di keluarga kami. (-̩̩̩-͡ ̗--̩̩̩͡ )
Orang tuaku sampe meminjam uang ke mana-mana (termasuk pean, dan istrinya pak A*i)
untuk beli kasa, alkohol, obat yang beragam, insulin, sampe membeli
susu.. Ok. langsung saja aku ceritakan duduk perkaranya,. Sore itu, ibu
lihat aku kelihatan murung. Dan ibu-pun langsung bisa menebak masalahku. Aku disuruh sms istrinya Pak A*i (baca : Mbak Ik*),
untuk meminjam uang 500ribu (100 untuk ibu, sisanya untuk bayar kuliah
"Her Registrasi dan SPP") atas nama ibu.. Lama, ibu nunggu balesan,
sambil nangis-nangis (meratapi keadaan beliau) dan curhat ke adiknya pak
Ali. Balesan-pun diterima
menjelang buka puasa. Dengan sedikit rasa kecewa, Mbak Ik* belum bisa minjami. (Kenapa ibu ga pinjem Pak A*i?, Karna menurut Ibu, Mbak Ik* lebih Well Come). Setelah tarawih, baru aku sampein ke Ibu. Tepat esok paginya, sampean sms aku. Aku critain masalahku, dan sampean-pun sempat mengungkapkan tawaran untuk meminjami uang pean. Tanpa banyak bicara dan tanpa bales sms sampean,
aku yang saat itu sedang dalam keadaan tidur, langsung bangun, mandi
bebek, ganti baju, semuanya aku lakukan dengan sangat cepat. Setelah
dandan, aku bilang ke Ibu kalo aku mau ke Surabaya,. "Mendadak
banget??". Kalimat itu yang ibu tanyakan ke aku, karna memang
sebelum-sebelumnya aku tak ada rencana ke Surabaya di hari
itu. Bahkan aku sempat mengungkapkan, ga mau ke Surabaya.
Dengan
berbekal uang 50ribu, uang terakhir yang dimiliki orang tuaku, aku-pun
ke Surabaya. Tak lama, hanya berselang 15 menit dari sms terakhir sampean tadi, aku sudah mendapatkan bis menuju Surabaya. Aku ingat, aku harus ngabari sampean. Aku langsung sms sampean menyatakan maksudku ke Surabaya (yakni mau pinjam uang sampean). 45 menit perjalanan bis, sampean
belum juga bales. Aku mulai harap-harap cemas. Sampai di terminal aku
naik angkot menuju Keputih. Di tengah perjalanan, mungkin 10 menit
sebelum sampai Keputih. Pean bales ga bisa meminjami uang. Ya Allah,
betapa hancurnya aku saat
itu. Sepanjang 10 menit perjalanan seperti sepuluh jam. Wajahku merah
padam, tanda sedih, marah, bingung, dan takut. Uang 39ribu (uang sisa perjalanan) mana cukup
dipakai daftar ulang. Aku berpikr, aku langsung menuju sakinah. Dan Ay
sangat kaget aku datang (karna aku memang tak memberi tahu). Aku nangis
di depan Ay, nangis sejadi-jadinya. Aku ceritakan kalo hanya tersisa
uang 39ribu di dompetku, orang tuaku ga punya uang.
Ay-pun menyuruh
aku cuci muka dan wudlu, setelah aku kembali, Ay ga ada di kamarnya.
Hanya ada ATM dan kertas bertuliskan "Yem, pake aja uangku. Secukupnya".
Alhamdulillah, aku langsung ke
BTN untuk ambil uang sekaligus membayarkannya. Tapi aku hanya membayar
sedikit. Pulang dari bayar, aku telpon rumah.. Kasih kabar kalo aku udah
sampe Surabaya dan udah bayar kuliah. Abah tanya ke aku "Nyoman sido
nyilihi piro Is?". Aku
diam. Dan ku jawab "Sesuk wae lek nak omah tak critani". Aku ga tenang,
kalau harus bercerita lewat telpon.
Besoknya
aku pulang, dan aku bercerita sambil sesenggukan. Orang tuaku mencoba
bersikap tegar, dan bilang "Kok tego?? Iku jenenge ngenyek keluargane
awak dewe sing ga duwe opo-opo..". Sejak perkataan orang tuaku itu aku
memang ga pernah menghubungi sampean. Aku batasi hubunganku sama Pean. Karna jujur, kalo aku inget merasa tersindir, sakit hati, nangis. Seperti yang tak rasain sekarang. Mungkin pean sendiri ga bermaksud membuatku tersindir, sakit hati, atau apapun. Tapi semua itu cukup membuatku mengerti
sampai mana aku membatasi hubunganku sama sampean.
Sampe detik ini, aku masih sedih kalo ada anak kampus yang
menghubungiku. Contohnya A**alin yang kemarin Jum'at sempet telpon
sebentar, membuatku menangis. Inget keadaan ibuku di Rumah. Tak ada yang
mengerti seberapa parah penyakitnya ibu. Hanya ibu sendiri, abah, adek,
aku, adeknya pak A*i, dan 2 tetanggaku. Dan Aku juga memilih untuk
lulus tahun depan, karna keadaan ini.
Aku
tak pernah menyesal dilahirkan di keluarga ini, tak pernah menyesal
dengan kekurangan ibuku, aku tak menyesal dengan kondisi abahku, dan aku
juga tak pernah menyesal dengan semua kejadian ini.
Bagiku, semua kejadian itu sangat memberi banyak sekali hikmah. Buatku, buat orang tuaku, buat keluargaku.. Agar lebih Sabar dan Ikhlas dalam menjalani hidup.. Dan mungkin bisa membuat pean sadar betapa bermakna pengertian Sahabat. Betapa pentingnya jujur dalam segala hal. Betapa pentingnya rendah hati.
Sebenarnya
masih banyak yang ingin aku ceritakan,. Mungkin Satu edisi majalah
mingguan, Tak cukup untuk menuliskan hasrat ceritaku. Suatu saat nanti
aku akan cerita. Saat aku dalam kondisi terbaikku. Saat aku dalam puncak
ketegaranku..
Life must go on.. (*^▽^*)
Regrads,
Iis L. Ulwiyah..
(_(_(_(_(¬˛¬) (-̩̩̩-͡ ̗–̩̩̩͡ ))))_)_)_)_)