Iis L. Ulwiyah
STUDI GALANGAN KAPAL DI PT DPS (DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA
Tugas Fasprod (FASILITAS PRODUKSI)




Oleh:

Iis Liyanatul Ulwiyah (2007.02.1.0005)





BAB I
PENDAHULUAN


1. Latar Belakang Masalah
Galangan kapal adalah tempat di mana kapal dibuat dan reparasi. Di dalam aplikasi pembuatan kapal dan reparasi kapal, banyak cara dan betuk yang dipakai untuk menunjang proses tersebut. Tak ayal lagi, semakin berkembangnya zaman, semakin banyak metode yang digunakan semakin canggih pula alat yang dipakai. Sehingga muncullah banyak galangan-galangan kecil yang ikut bersaing dalam industri perkapalan.
Untuk itu di sini kami melakukan studi lapangan di salah satu galangan kapal Indonesia yakni di PT dok dan perkapalan Surabaya.

2. Rumusan Masalah
2.1. Bagaimanakah perkembangan galangan kapal di Indonesia?
2.2. Apa yang menjadi faktor kelemahan bagi galangan kapal di Indonesia?
2.3. Bagaimanakah sejarah dari PT Dok dan Perkapalan Surabaya?
2.4. Apa sajakah sarana dari PT dok dan Perkapalan Surabaya?
2.5. Apa sajakah fasilitas dari PT dok dan Perkapalan Surabaya?

3. Tujuan
3.1. Untuk mengetahui perkembangan galangan kapal di Indonesia.
3.2. Untuk mengetahui faktor yang menjadi kelemahan bagi galangan kapal di Indonesia.
3.3. Untuk mengetahui sejarah dari PT Dok dan Perkapalan Surabaya.
3.4. Untuk mengetahui sarana dari PT dok dan Perkapalan Surabaya.
3.5. Untuk mengetahui fasilitas dari PT dok dan Perkapalan Surabaya.



BAB II
GALANGAN KAPAL

1. Perkembangan Galangan Kapal di Indonesia
Kinerja galangan kapal Indonesia dalam dua tahun belakangan ini 2006-2007 menunjukkan perkembangan yang cukup membanggakan. Hal ini dapat dijadikan momentum untuk terus memperkuat industri galangan kapal nasional yang hampir tanpa bantuan sama sekali dari pemerintah sejak diberlakukannya Inpres 5 tahun 2005 oleh pemerintah. Hingga bulan Juni 2007, galangan kapal yang tersebar di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan berhasil mendapatkan order pembangunan kapal sekitar 586.000 GT (gross-tonnage) atau sekitar 126 unit kapal di mana empat unit kapal dengan kapasitas sekitar 36.000 telah diserahkan hingga akhir Juni 2007. Hingga penghujung tahun 2007, diperkirakan galangan kapal Indonesia mampu menyelesaikan sekitar 64 unit kapal dengan total kapasitas 241.756 GT.
Dari 126 unit kapal yang didapat oleh galangan kapal Indonesia 37 unit di antaranya merupakan kapal jenis pengangkut barang sementara sisanya 89 unit kapal merupakan kapal-kapal dalam kategori non-cargo vessels. Hingga tahun 2009, seluruh usaha galangan kapal Indonesia masih akan menyerahkan sekitar 62 unit kapal dengan asumsi tidak ada kontrak pemesanan baru dalam periode 2008-2009. Dilaporkan oleh majalah Newbuildings edisi September 2007 paling tidak ada sekitar 13 usaha galangan kapal yang sangat aktif di Indonesia dan salah satunya adalah PT Dok dan Perkapalan Surabaya.
Dari 37 unit kapal kargo yang sedang dan akan dibangun di Indonesia dalam periode 2007-2009, diperkirakan bahwa kapal tipe dry bulk-carrier (pengangkut curah kering) merupakan pangsa pasar terbesar bangunan baru kapal saat ini yaitu dengan total kapasitas sekitar 306.000 DWT dengan jumlah sekitar 6 unit kapal yang kemudian diikuti dengan tipe kapal lain utamanya general-cargo, chemical product tanker, oil-product tanker, cement-carrier dan live-stock carrier.
Bila mengamati perkembangan armada kapal yang dipesan pemilik kapal Indonesia maka terjadi peningkatan secara kapasitas sejak tahun 2005 hingga akhir 2007. Ditahun 2005, pemilik kapal Indonesia mampu membukukan kapal baru sekitar 15.044 GT dimana 11.755 GT adalah kapal kargo. Sementara di tahun 2006 pemesanan kapal baru meningkat menjadi 41.652 GT atau ada kenaikan sekitar 177%. Dan hingga akhir tahun 2007, besaran pemesanan itu kembali menaik hingga mencapai level 205.341 GT atau ada peningkatan sekitar 500% dari tahun 2006 dimana sekitar 199.000 GT diantaranya adalah jumlah pesanan kapal tipe kargo.
2. Faktor Kelemahan Galangan Kapal di Indonesia
Tren kenaikan semakin progresifnya pemilik kapal nasional memesan armada kapal baru secara langsung memang sebagi efek positif pelaksanaan asas cabotage melalui Inpres 5 tahun 2005. Hanya saja, angka ini masih jauh dari target pencapaian asas cabotage untuk pasar dalam negeri yang seharusnya hingga tahun 2010 terjadi pertumbuhan armada sekitar 3,2 juta GT untuk memenuhi tingkat cabotage hingga 60% .
Untuk itu industri galangan kapal nasional perlu lebih reaktif di dalam memenuhi kebutuhan penyediaan pangsa bangunan kapal baru hingga periode 2020 sesuai dengan target pencapaian asas cabotage dalam negeri. Salah satu faktor krusial yang harus segera ditangani adalah kebutuhan pengembangan fasilitas bangunan baru yang saat ini masih relatif terbatas.
Waktu tunggu pembangunan kapal (time to build) di galangan kapal utama Indonesia rata-rata sudah mencapai angka 5 bulan. Hal ini dibuktikan dengan fakta empiris masih rendahnya pemanfaatan galangan kapal nasional oleh pemilik kapal nasional yaitu hanya 14%. Mereka justru lebih memilih melaksanakan pembangunan kapal-kapal barunya di sejumlah galangan kapal luar negeri. Sekitar 86% pekerjaan galangan kapal nasional saat ini justru merupakan pesanan luar negeri seperti Hongkong, Denmark, Jerman, Italia, Turki, Singapura, Afrika Selatan dan Panama.
Faktor kelemahan utama galangan kapal nasional bukanlah pada variabel time to deliver, biaya (harga) ataupun kinerja yang sebenarnya secara regional galangan kita relatif kompetitif. Yang paling kritis adalah kebutuhan pengembangan dan investasi fasilitas produksi yang perlu diperhatikan dengan sangat serius. Diperkirakan dari sekitar 240 usaha galangan kapal nasional, kapasitas terpasang bangunan barunya berada pada kisaran 380.000-390.000 GT per tahunnya. Sementara lewat pengamatan di 13 galangan kapal utama Indonesia di tahun 2007 ini diperkirakan bahwa utilitas galangan-galangan tersebut telah mencapai angka rata-rata 70% yang konsekuensinya adalah memperkecil optimasi performansi produksi bangunan baru di tahun-tahun mendatang di lokasi galangan utama tersebut. Apalagi saat ini galangan kapal Indonesia secara umum hanya mampu mengerjakan kapal-kapal dengan bobot mati di bawah 50.000 ton.
Untuk itu, idealnya guna memenuhi target asas cabotage hingga tahun 2010, seharusnya kapasitas terpasang galangan kapal nasional berada pada kisaran 750.000-800.000 per tahunnya atau ada peningkatan sekitar dua kali dari kapasitas terpasang saat ini. Karenanya program pengembangan fasilitas galangan kapal nasional saat ini merupakan sesuatu yang harus cepat direalisasikan oleh industri galangan kapal nasional dan pemerintah.



BAB III
PT DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA

1. Sejarah Galangan
Galangan ini didirikan oleh penguasa Belanda di Amsterdam pada 22 September 1910 dihadapan Notaris J.P.SMITS, dengan nama awal “ N.V.DROOGDOK MATSCHAPPIJ SOERABAJA ”
Tahun 1942 sampai dengan tahun 1945 selama kedudukan Jepang Perusahaan dipegang oleh Jepang dan diberi nama “ HARIMA ZOSEN “
Tanggal 17 Agustus 1945, menjadi milik Pemerintah Republik Indonesia
Tahun 1945 sampai dengan tahun 1957, dikuasai kembali oleh Belanda dengan nama “ N.V. DROOGDOK MATSCHAPPIJ SOERABAJA “
Akibat konfrontasi Indonesia dengan Belanda (Trikora) dengan Peraturan Pemerintah No.23 tahun 1958, N.V. DROOGDOK MATSCHAPPIJ SOERABAJA diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan dikelola oleh B.P.U MARITIM.
Tanggal 01 Januari 1961 melalui Peraturan Pemerintah No.109 tahun 1961 tanggal 17 April 1961 resmi menjadi Perusahaan Negara dengan nama “ P.N DOK DAN PERKAPALAN SURABAJA “.
Pada tahun 1963 PT. GALANGAN KAPAL SUMBER BHAITA atas Keputusan Menteri Perhubungan Laut digabungkan dengan PN. DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA sekaligus berbah nama menjadi PN. DOK SURABAJA.
Melalui Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1975, PN. DOK SURABAJA berubah status dan nama dari Perusahaan Negara (PN), menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT. DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA (PERSERO).
Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 10 tahun 1984 tanggal 28 Nopember 1984 PT. DOK DAN PERKAPALAN SURABAYA (PERSERO) yang semula berada dalam pengawasan / pembinaan Departemen Perhubungan, dialihkan menjadi dalam pengawasan / pembinaan Departemen Perindustrian , yang kemudian berubah menjadi Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.50 tahun 1998 tanggal 13 April Kedudukan Tugas dan kewenangan Menteri Keuangan melalui Pemegang Saham dan RUPS atas Perseroan Terbatas di alihkan menjadi tanggungjawab Menteri Negara Pendayagunaan BUMN.

2. Sarana dan Fasilitas Galangan
PT. Dok dan Perkapalan Surabaya mempunyai fasilitas-fasilitas pokok dan penunjang yang cukup mampu untuk memenuhi pelayanan jasa perawatan dan pembangunan kapal baru.
Bengkel-bengkel yang ad di perusahaan PT. Dok dan Perkapalan Surabaya terdiri dari berbagai macam bengkel beserta mesin-mesin dan peralatannya antara lain:
2.1. Bengkel Plat dan Las
Bengkel ini terdapat di dua tempat yaitu didekat graving dock sebelah selatan, dan building berth sebelah utara.
Fasilitasnya :
Mesin Las
Sub Merged Automatic Welding Machine
ESAB A2 Minitrack 800 A : 5 Unit
HOBART, TAL 1500 : 7 Unit
Multi Operator Welding Machine ESAB : 96 Unit
Mesin Las DC 400 A ESAB : 60 Unit
Mesin Las DC 400 A HOBART : 40 Unit
Mesin Las DC 300 – 400 (Merk lain) : 75 Unit
Multi Operator Welding Set, ESAB : 60 Unit

Mesin Pembengkok Profil
Mesin Pemotong Plat
Optical Gas Cutting Machine ESAB : 1 Unit

Hydraulic Frame Bending
Hydraulic Ship Building
Kran (Kapasitas 3 Ton)
Mesin Perata Pelat
Mesin Press Pelat
Mesin Roll Pelat
Mesin Tempa
Mesin Bor

2.2. Bengkel Mesin dan Listrik
Fasilitasnya :
Kran ( 1,5 Ton )
Mesin Gerinda
Mesin Bubut
Cool Boster Slip Machine
Mesin Penggulung Spul
Mesin Scraf
Mesin Bor
Mesin Frais
Mesin Gergaji
Peralatan Listrik

2.3. Bengkel Pipa
Bengkel ini terletak disebelah selatan perkantoran. Bengkel ini menangani dan mengerjakan semua sistim perpipaan baik pada bangunan baru, reparasi, maupun konversi suatu kapal.
Fasilitasnya :
Mesin Pembengkok Pipa
Mesin Gunting
Mesin Gerinda
Alat – alat Listrik dan Las Acetylene
Mesin Bor
Mesin Bubut
Mesin Press

2.4. Bengkel Limbung
Bengkel ini terletak disebelah utara dari bengkel pelat di galangan utara. Pada bengkel ini hanya menangani proses pengedokan dan reparasi.
Fasilitasnya :
Tongkang Air
Ponton Pompa Air
Tug Boat
Ponton Minyak

2.5. Sarana dan fasilitas penunjang pembuatan kapal baru, reparasi, dan konversi.
Luas Galangan : 58.700 m²
Luas Total Bengkel : 3118 m²
Dok Apung
Floating Dok Surabaya I 3500TLC
Daya Angkut : 6000 Ton
Sarat Kapal yang diizinkan : 4,3 m
Floating Dok Surabaya II 2500 TLC
Daya Angkut : 6000 Ton
Sarat Kapal yang diizinkan : 3,5 m
Floating Dok Surabaya IV 2000 TLC
Daya Angkut : 2500 Ton
Sarat Kapal yang diizinkan : 4,35 m
Floating Dok Surabaya V 6000 TLC
Daya Angkut : 6000 Ton
Sarat Kapal yang diizinkan : 7,5 m

Slip Way
Transverse Slip Way
Kapasitas : 300TLC
Panjang Rel : 41 m
Lebar Rel : 8,8 m
Transverse Slip Way
Kapasitas : 450TLC
Panjang Rel : 41 m
Lebar Rel : 8,6 m
Long Transverse Slip Way
Kapasitas : 750TLC
Panjang Rel : 85 m
Lebar Rel : 14,5 m

Overhead Crane
Overhead Crane Pelat Las No.1
Kapasitas : 15 Ton
Tinggi : 8 m
Overhead Crane Pelat Las No.2
Kapasitas : 15 Ton
Tinggi : 8 m
Overhead Crane No.1
Kapasitas : 10 Ton
Tinggi : 18,2 m
Overhead Crane No.2
Kapasitas : 15 Ton
Tinggi : 18
Overhead Crane Pelat Las No.3
Kapasitas : 5 Ton
Tinggi : 8 m
Overhead Crane Pelat Las No.4
Kapasitas : 5 Ton
Tinggi : 12 m

Building Berth
Building Berth No. 1
Kapasitas : 500 DWT
Panjang : 81 m
Building Berth No. 2
Kapasitas : 1500 DWT
Panjang : 81 m
Building Berth No. 3
Kapasitas : 8000 DWT
Panjang : 110 m

Alat-Alat Apung
Foating Crane
Kapasitas : 40 Ton
Kapal Tunda I DPS VI
Daya Mesin : 125 Hp
Kapal Tunda I DPS VIII
Daya Mesin : 125 Hp
Kapal Tunda I DPS IX
Daya Mesin : 350 Hp
Kapal Tunda I DPS X
Daya Mesin : 350 Hp



BAB IV
PENUTUP

Demikian laporan studi lapangan PT Dok dan Perkapalan Surabaya yang merupakan tugas dari mata kuliah Fasilitas Produksi yang dapat kami paparkan. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pengerjaan tugas ini.
Besar kemungkinan laporan ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu, kami mohon saran, kritik, dan pembenahan apabila terjadi kekeliruan.
Sedikit pengulangan dari pemaparan di awal tadi, yang menjadi faktor kelemahan utama galangan kapal nasional bukanlah pada variabel time to deliver, biaya (harga) ataupun kinerja yang sebenarnya secara regional galangan kita relatif kompetitif. Yang paling kritis adalah kebutuhan pengembangan dan investasi fasilitas produksi yang perlu diperhatikan dengan sangat serius.
Untuk itu, hal tersebut menjadi wajib adanya bagi kita sebagai penerus bangsa yang memiliki rasa nasionalisme tinggi, harus mampu menutup kekurangan tersebut agar Bangsa kita mampu menjadi yang terbaik di kancah industry perkapalan.
0 Responses